“Uang itu ‘bantaling’ setan”, satu kalimat pertama yang diucapkan Mgr. J. Sunarka, SJ Uskup Keuskupan Purwokerto ketika memberikan pengarahan dalam acara Forum Credit Union yang ada di wilayah Keuskupan Purwokerto pada tanggal 18-19 Desember 2010 di Wisma Teologia Ketenger, Baturaden. Forum CU ini dihadiri oleh CU Cikal Mas Purwokerto, CU Lestari Wonosobo, CU Artha Swadaya Gombong, CU Mino Martani Sokaraja, CU Sabda utama Tegal, CU Ganesha Tegal, CU Sinar Hati Purworejo, CU Maju Purworejo, CU Batang dan CU Kapencar. Mereka yang hadir adalah manager CU, pengelola CU dan beberapa Pengurus CU.
Selain Bapak Uskup yang memberikan materi “Kiprah CU sebagai Wujud Perutusan Misi dan Penggembalaan Umat Pastoral, Bapak Ilyas Abad sebagai General Manager Inkopdit, Jakarta memberikan gambaran mengenai pentingnya Koperasi Sekunder (Puskopdit) di wilayah Keuskupan Purwokerto. Rm. FA. Teguh Santosa sebagai Ketua Komisi PSE Keuskupan Purwokerto (Delsos) memberikan pendasaran Ajaran Sosial Gereja (ASG) dalam pemberdayaan masyarakat melalui CU.
CU Menjadi Alat dan Sarana Pastoral Sosial Ekonomi
"Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang". Yesus dengan sangat jelas dan tegas memproklamasikan maksud dan tujuan hadir dan tinggal di tengah-tengah umat manusia. Misi Yesus ini bisa menjadi pendasaran umat Katolik untuk ikut terlibat aktif dalam perutusan Yesus membebaskan orang tetindas.
Orang tertindas adalah orang yang mempunyai daya (kemampuan) tapi tidak bisa mengeluarkan keberdayaannya. Orang yang punya suara tapi tidak mampu untuk bersuara. Orang tertindas adalah orang-orang miskin. Ketidakmampuan orang tertindas ini bisa disebabkan karena adanya kekuatan dari luar yang menekan, baik itu kekuatan ekonomi, sosial, ataupun kekuatan budaya. Oleh karena itu dibutuhkan suntikan kekuatan untuk membebaskan mereka dari keterbelengguan kekuatan dari luar. Credit Union (CU) sebagai lembaga keuangan yang dimiliki oleh anggota , ditumbuhkan dan dikembangkan dari anggota dan ditujukan untuk kesejahteraan anggota bisa menjadi pilihan Gereja Katolik untuk terlibat dalam perutusan Yesus membebaskan orang tertindas.
CU adalah paguyuban orang yang saling percaya, saling setia untuk membangun kesejahteraan bersama dalam semangat keadilan dan cinta kasih. Modal dasar dimiliki CU adalah modal material, modal sosial dan modal spiritual. Sedangkan penyangga yang membuat CU berdiri kokoh adalah pendidikan, kesetiakawanan sosial (solidaritas) dan kemandirian. Atas dasar ini, orang-orang miskin, orang-orang yang tertindas bisa mempunyai tempat dan ruang untuk membebaskan dirinya dari ketertindasannya. Dan ini sejalan dengan tujuan dan cita-cita Gereja sebaga tanda dan sarana kehadiran Kerajaan Allah ditengah-tengah dunia. Dengan demikian, sangatlah tepat kalau Gereja Katolik merestui dan menggunakan CU menjadi salah satu pilihan reksa pastoralnya dalam keterlibatannya ditengah dunia.
Ajaran Sosial Gereja, Dasar Moralitas Sosial Dalam Ber-Credit Union
Ajaran Sosial Gereja (ASG) merupakan prinsip-prinsip untuk merefleksikan kehidupan, kriteria untuk membuat penilaian dan pedoman-pedoman untuk melakukan tindakan. Ajaran itu menempatkan diri pada titik temu antara kehidupan serta hati nurani Kristen di satu pihak dan kenyataan-kenyataan konkret dunia di lain pihak (bdk. Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus, 59). Melalui ajaran sosialnya Gereja bermaksud “membantu manusia dalam perjalanannya menuju keselamatan”. Inilah tujuannya yang utama dan satu-satunya. (Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus, 54). Credit Union adalah perkara duniawi, yang harus selalu direfleksikan dalam terang warta Kerajaan Allah, sehingga tindakan atau kegiatan ekonomi yang dijalankan CU akan selalu mengarah pada keadilan dan cinta kasih yang menyejahterakan bersama.
Orang kaya memberi kelebihannya dan orang miskin memberi kelimpahannya, adalah gambaran kegiatan ekonomi yang mendukung dan menghidupi Gereja Perdana. Gambaran ini, secara tidak langsung terpotret dalam kegiatan CU. Kesetiakawanan sosial yang menjadi bingkai dalam kegiatan ekonomi CU, menjadikan CU menjadi lembaga bisnis yang berkarakter sosial. Oleh karena itu, kegiatan ekonomi dan kemajuan materiil mesti ditempatkan untuk melayani manusia dan masyarakat. “Juga dalam kehidupan sosial ekonomi martabat pribadi manusia serta panggilannya seutuhnya, begitu pula kesejahteraan seluruh masyarakat, harus dihormati dan dikembangkan. Sebab manusialah yang menjadi pencipta, pusat dan tujuan seluruh kehidupan sosial ekonomi” (Konsili Vatikan II, Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes, 63).
Prinsip dasar CU adalah dari, oleh dan untuk anggota. Kemajuan dan perkembangan pribadi anggota menjadi sasaran tembak dari CU. Karena terbangunnya sebuah masyarakat yang adil dapat menjadi suatu kenyataan hanya apabila ia didasarkan pada penghormatan terhadap martabat transenden pribadi manusia. Pribadi mewakili tujuan akhir masyarakat, olehnya masyarakat diarahkan kepada pribadi: “Jadi, tatanan masyarakat serta kemajuannya harus tiada hentinya menunjang kesejahteraan pribadi manusia, sebab penataan hal-hal harus dibawahkan pada tingkatan pribadi-pribadi, dan jangan sebaliknya” (Konsili Vatikan II, Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes, 26).
CU adalah kumpulan orang yang saling percaya dan saling setia, bukan kumpulan uang. Dalam CU, uang menjadi alat dan sarana untuk mencapai tujuan. Uang menjadi alat dan sarana untuk memajukan dan mengembangkan pribadi anggota untuk mendekatkan pada kesejahteraan. Uang pada dirinya adalah netral. Kenetralan inilah yang kerap kali digunakan oleh setan untuk membelokan arah dan tujuan CU. Uang kerap kali menjadi bantaling setan untuk menggoyahkan hati manusia. Oleh karena itu, uang harus dikelola dan dikendalikan dengan baik, karena “Akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman” (1Tim 6:10). Pengelolaan yang baik atas semua karunia yang diterima, dan juga atas harta benda materiil (termasuk di dalamnya adalah uang), adalah sebuah karya keadilan kepada diri sendiri dan kepada sesama. Apa yang telah diterima harus digunakan dengan tepat, dilestarikan dan ditingkatkan, sebagaimana yang dianjurkan oleh perumpamaan tentang talenta (bdk. Mat 25:14-30; Luk 19:12-27).
Puskopdit Persaudaraan
Belum semua koperasi primer (Kopdit) mempunyai piranti yang bisa mengembangkan CU menjadi besar, kuat dan sehat. Besar dalam arti CU mempunyai anggota yang banyak (lebih dari seribu anggota), aset sudah mencapai lebih dari satu milyar, mempunyai kantor sendiri, mempunyai kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan, dan sudah mempunyai karyawan yang secara khusus menangani CU (bukan sampingan). Kuat atau kokoh dalam arti, managemen atau pengelola sudah ahli dalam bidangnya (pengetahuan dan ketrampilan), hubungan persaudaraan antara pengelola dan anggota berjalan dengan baik (bukan hanya sekedar hubungan karyawan dan nasabah), pendidikan bagi managemen dan anggota berjalan secara berkelanjutan, pengawasan dan pemeriksaan managemen berjalan dengan baik. CU yang sehat dalam arti sehat keuangan, pinjaman lalai dibawah standar yang ditetapkan, hubungan kerja antara pengurus dan managemen berjalan dengan harmonis, hak dan kewajiban pengurus, pengelola, dan aggota berjalan sesuai dengan AD-ART atau Poljak (Pola Kebijakan) yang sudah ditetapkan bersama, dan Rapat Anggota Tahunan di laksanakan setiap tahun.
CU yang belum besar, sehat dan kuat butuh teman CU yang lain untuk ikut membantu membesarkan, menyehatkan dan menguatkan. Puskopdit (Pusat Koperasi Kredit) adalah jalur formal-legal yang memungkinkan pertemanan dan persaudaraan antar CU bisa terjadi. Belum semua CU yang berada di wilayah Keuskupan Purwokerto sudah besar, kuat dan sehat dan belum semua CU masuk menjadi anggota Puskopdit. Idealnya, CU yang ada dan sudah berbadan hukum, masuk menjadi anggota Puskopdit untuk mendapatkan pelayanan, pembinaan dan pengajaran lebih lanjut. Pertanyaannya, mengapa itu belum terjadi ?
Biaya administrasi untuk masuk menjadi anggota Puskopdit tidak murah. Untuk mendapatkan paket pengajaran (pengetahuan dan ketrampilan) dari Puskopdit harus membayar. Untuk menjangkau ke tempat Puskopdit masih memutuhkan biaya lagi dan personalia Puskopdit tidak kenal secara afeksi. Mungkin ini yang membuat CU pirmer belum berkehendak masuk untuk menjadi anggota Puskopdit, apa lagi bagi CU primer yang masih kecil. Oleh karena itu, dalam Forum CU Keuskupan Purwokerto tercuat pemikiran gila, apa tidak mungkin Komisi PSE Keuskupan Purwokerto membidani munculnya embrio Puskopdit Persaudaraan, yang aturan mainnya tidak "ringan" seperti Puskopdit yang sudah ada ?
Semangat dasar yang dihidupi dalam karya pastoral Komisi PSE adalah persaudaraan. Animasi, motivasi dan fasilitasi yang dibuat oleh Komisi PSE adalah cara untuk membangun persaudaraan. Sejak Tahun 1980, Rm. Hendirikus Kemper, Delsos pertama di Keuskupan Purwokerto sudah "berteriak" mengenai CU dan Tahun 2007, Komisi PSE seturut hasil Muspas 2006 Keuskupan Purwokerto, dengan semangat baru dan tekad baru "berteriak" kembali mengenai pentingnya CU untuk ikut ambil bagian dalam karya keselamatan Allah.
Puskopdit yang dibayangkan dan diimpikan oleh Komisi PSE adalah Puskopdit yang bersemangat persaudaraan. Semangat persaudaraan itu ditampakan oleh Puskopdit dalam hal-hal sebagai berikut :
1. Personalia Puskopdit dikenal secara afeksi oleh anggota-anggotanya, sehingga dimungkinkan akan tumbuh dan bekembangnya saling kepercayaan satu sama lain. Dan ini menjadi unsur yang pertama dan utama dalam Puskopdit.
2. Puskopdit mampu mengenal potensi lokal yang ada di masing-masing angota. Pengenalan ini memungkinkan terjadinya kesetiakawanan sosial (solidaritas) untuk saling berbagi kelebihannya dan kelimpahannya. Melalui Puskopdit, CU yang satu memberikan pelayanan pengajaran (pengetahuan dan ketrampilan) kepada CU yang lain, tanpa harus ‘mematok’ harga per paket pelayanan. Sehingga CU kecil akan tumbuh dan berkembang dengan CU besar dalam semangat kemandirian dan persaudaraan yang berkeadilan dan bercintakasih.
3. Puskopdit yang tidak hanya memberi pelayanan duniawi tapi juga memberikan pelayanan rohani. Puskopdit yang lahir dan ada di dunia, tapi kehadirannya tidak hanya melulu duniawi.
Puskopdit model ini, dalam arti tertentu sudah biasa dibuat oleh Komisi PSE dalam karya pastoralnya. Dengan demikian, CU yang ber-ASG dan ASG melalui CU menjadi dasar kalau mau membangun Puskopdit yang bersemangatkan persaudaraan. (Rm. FA. Teguh Santosa, Pr, Ketua Komisi PSE Keuskupan Purwokerto)