”Masalah ekonomi yang terjadi sekarang adalah manifestasi masalah yang selama ini kita kesampingkan. Semua orang berusaha mengatasi secara instan. Padahal, pendekatan seperti pemadam kebakaran tidak tepat. Harus jangka panjang. Apabila tidak diselesaikan dengan cara jangka panjang, akan ada krisis-krisis”.
Kalimat itu dipaparkan pendiri Bank Grameen, Muhammad Yunus, dalam acara International Microfinance Conference 2012 di Yogyakarta, Senin (22/10).
Antusiasme peserta konferensi mendengarkan sesi pidato kunci Yunus sudah terasa sejak pagi. Sekitar 400 peserta yang terdiri dari praktisi keuangan dan perbankan, akademisi, penggiat pemberdayaan ekonomi masyarakat, dan pemerhati keuangan mikro dari 22 negara hadir dalam konferensi ini.
Yunus tampil sederhana dengan kemeja kotak-kotak biru lengan panjang, dipadu vest atau rompi warna krem. Peraih Nobel Perdamaian tahun 2006 ini sempat bersalaman dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seusai Presiden menyampaikan pidato kunci sekitar pukul 12.00.
Presiden Yudhoyono bahkan mengucapkan terima kasih kepada Yunus yang hadir dalam acara yang membahas kebijakan dan praktik terbaru dalam keuangan mikro itu. Presiden menyebut Yunus sebagai sahabat.
Dalam pidato kunci yang dimulai sekitar pukul 13.00 kemarin—setelah jeda makan siang—Yunus memaparkan pengalamannya bergelut dengan keuangan mikro di Banglades sejak 1976. Pidato kunci itu tak disaksikan Presiden Yudhoyono yang langsung meninggalkan tempat acara seusai memukul gong tanda konferensi dimulai.
Yunus mengenang, dalam 36 tahun, keuangan mikro yang tak pernah terbayangkan sebelumnya kini mengglobal. Namun, segalanya memang berubah dalam 36 tahun.
”Dulu ada Uni Soviet, sekarang tidak ada. Dulu ada Tembok Berlin, sekarang sudah tidak ada,” kata Yunus.
Namun, apa yang akan terjadi pada 25 tahun mendatang juga tidak bisa diproyeksikan. Misalnya, China yang akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar di dunia. India akan menjadi negara dengan ekonomi nomor dua terbesar di dunia. Indonesia akan menjadi negara dengan ekonomi kedelapan terbesar di dunia.
Tantangan yang dihadapi nanti adalah ekonomi yang menguat diiringi masalah yang membesar. Masalah itu di antaranya kesenjangan ekonomi dan ketegangan antarbangsa.
”Salah satu yang harus kita ingat, kita jangan pikirkan apa yang sudah. Tapi, pikirkan apa yang belum. Jutaan keluarga sudah dijangkau kredit mikro. Tapi, masih banyak lagi yang harus dijangkau. Kalau bicara yang sudah, tidak menarik,” ujar Yunus.
Mengacu pada Bank Grameen yang didirikan di Dhaka, Banglades, pada 1976, Yunus mengingatkan untuk merombak sistem perbankan menjadi inklusif. Dengan demikian, tidak ada masyarakat yang ditolak. Bahkan, orang miskin pun bisa berurusan dengan bank dan mendapatkan kredit.
”Hal ini harus dilakukan sekarang. Jangan besok karena akan terlambat. Dunia tidak menunggu kita,” kata Yunus.
Menjawab pertanyaan dari peserta konferensi tentang penerapan sistem seperti di Bank Grameen pada negara-negara berkembang, Yunus menyatakan, sekitar 97 persen saham Grameen dimiliki orang-orang yang berkutat di dalamnya.
Masalah keuangan mikro tidak hanya menyangkut soal keuangan, tetapi juga non-keuangan. Maka, yang berkembang adalah soal inkorporasi.
Bagi masyarakat yang bergulat dalam industri keuangan mikro, ada pilihan. ”Pilihannya, bisnis yang hanya memberi untung atau bisnis dengan menyelesaikan masalah,” ujarnya. (Kompas, 23 Okt 2012)