Keuangan Mikro Penting

Misi besar keuangan mikro adalah mengurangi kemiskinan, menurunkan angka pengangguran, dan menekan kesenjangan ekonomi antarmasyarakat. Salah satu caranya dengan penerapan kebijakan keuangan mikro.
 
Untuk itu, perlu strategi berupa pertumbuhan berkelanjutan. Apalagi, tantangan utama pembangunan dunia harus dihadapi, yakni angka kemiskinan yang tak mudah diturunkan dan melebarnya kesenjangan antara si kaya dan si miskin.
 
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan hal itu dalam pidato saat membuka International Microfinance Conference 2012 di Yogyakarta, Senin (22/10). Kemarin, Presiden Yudhoyono memperoleh Letter of Recognition dari Larry Reed, Director of Global Microcredit Summit Campaign.
 
Pengakuan itu diberikan atas kepeloporan Presiden Yudhoyono dan Indonesia dalam pengembangan kredit mikro, sekaligus pengakuan bahwa kredit usaha rakyat (KUR) efektif mengentaskan rakyat dari kemiskinan dan mengurangi pengangguran. Program yang menggunakan dana perbankan ini diterapkan 2007.
 
”Saya mengajak segenap pelaku keuangan mikro untuk lebih gigih berjuang dan menerapkan kebijakan kredit mikro agar lebih bisa mengurangi pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan,” kata Presiden.
 
Faktanya, saat ini angka kemiskinan di Indonesia turun 12 persen dan pengangguran turun 6 persen.
 
Presiden menekankan keuangan untuk semua atau financial inclusion. Yang paling sederhana, ada kemudahan, dimudahkan, bahkan digratiskan. Misalnya, program simpanan TabunganKu saat ini sudah 2 juta rekening tabungan baru dengan nilai simpanan Rp 2 triliun.
 
Ada juga strategi inklusi keuangan dengan memperluas layanan bank tanpa cabang atau branchless banking. Bentuknya, bisa skema kerja sama bank dengan perusahaan telekomunikasi. ”Untuk mengurangi biaya bank,” ujar Presiden.
 
Berdasarkan data Bank Indonesia, baki debet kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) perbankan Rp 487,917 triliun per Agustus 2012. Jumlah KUR secara akumulatif dari November 2007 hingga 5 Oktober 2012 mencapai Rp 87,968 triliun.
 
Ditemui di sela-sela acara, Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah menjelaskan, Bank Indonesia tengah mengkaji soal mobile banking dan agent banking. Dua hal berupa kerja sama bank dan perusahaan telekomunikasi itu segera dikenalkan kepada perbankan.
 
Mobile banking dan agent banking diyakini dapat menekan biaya transaksi jasa keuangan. Akibatnya, semakin berdaya saing.
 
Dalam diskusi panel, Larry Reed mengungkapkan, dalam inklusi keuangan hal-hal yang memudahkan harus dikembangkan. Misalnya, agent banking untuk menekan biaya.
 
”Untuk inklusi keuangan, perlu pola pikir dan langkah utuh, melibatkan pemerintah, masyarakat, semua pihak,” ujar Reed.
 
Agent banking adalah pihak selain bank yang terlibat dalam layanan jasa keuangan bank. Hal ini biasanya diterapkan dalam perbankan tanpa kantor.
 
Hasil survei Bank Dunia yang diungkapkan Halim Alamsyah menunjukkan, hanya 41 persen masyarakat Indonesia yang punya akun bank sendiri. Dari sisi UMKM, hanya 16,77 persen yang punya akun bank sendiri. (Kompas, 23 Okt 2012)