Beberapa waktu lalu Badan Pusat Statistik mengungkapkan, 17,2 persen (37,4 juta) penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Jumlah mereka yang hidup sedikit di atas angka itu lebih banyak. Salah satu solusi mengatasi kemiskinan adalah melalui pemberdayaan koperasi. Koperasi juga tahan terhadap krisis ekonomi nasional sebab tak bergantung pinjaman, impor, apalagi dollar. Agar koperasi mampu mengatasi kemiskinan, pemerintah harus membebaskannya bergerak leluasa dalam aneka sektor tanpa diboncengi kepentingan politik.
Dalam artikel Co-operatives as a Global Movement, Direktur International Cooperative Alliance (ICA) Bruce Thodharson mengkritik berbagai jenis koperasi yang tidak berkembang karena meninggalkan jatinya, bahkan mengecam intervensi pihak luar. Guna memacu pengembangan koperasi, berbagai penelitian dan pelatihan koperasi harus segera digerakkan guna mengembalikan jati diri koperasi dan bebas dari campur tangan dan aneka kepentingan politik.
Upaya Konkret
Memberdayakan koperasi untuk mengikis kemiskinan terkait penertiban koperasi. Saat ini gejala perkembangan koperasi menunjukkan tidak sehat. Akibatnya, pengembangannya tidak optimal, tak sesuai jati dirinya. Di Indonesia terjadi polarisasi jenis koperasi (minimal ada 37 jenis). Padahal, dalam UU No 25/1992 tentang Perkoperasian, pasal (16) menggariskan hanya ada empat jenis koperasi, yaitu koperasi konsumsi, koperasi produsen, koperasi pemasaran, dan koperasi jasa. Polarisasi jenis koperasi ini menyebabkan proses pembinaannya lebih sulit karena masing-masing jenis memiliki karakteristik jenis usaha berbeda. Koperasi-koperasi yang telah menyimpang dari peraturan dan perundang-undangan perlu belajar pada koperasi yang sudah maju.
Koperasi Jembatan Kesejahteraan misalnya, berkembang saat krisis melalui jaringan ritel skala mikro, ditopang akses kredit mikro dengan pemanfaatan teknologi informasi (TI), dengan omzet ratusan miliar rupiah. Tingginya omzet bukan menjadi perhatian, tetapi yang lebih penting pendayagunaan TI dalam proses karena mampu meningkatkan kapasitas bisnis sehingga kompetitif dalam merebut pasar. Koperasi semacam ini memiliki daya saing dalam memasuki pasar bebas dengan mengedepankan keunggulan kompetitif dibanding keunggulan komparatif.
Program Aksi Pemberdayaan Usaha Skala Mikro, termasuk koperasi, berpotensi meningkatkan pendapatan masyarakat dalam usaha ekonomi sektor informal berskala mikro. Terutama yang berstatus keluarga miskin dalam rangka mendapat penghasilan tetap melalui peningkatan kapasitas usaha sehingga menjadi unit usaha mandiri, berkelanjutan, siap tumbuh, dan berdaya saing. Hal ini harus didukung program dari lembaga penyedia jasa pengembangan usaha yang berkualitas guna meningkatkan akses koperasi atas pasar dan sumber daya produktif.
Kerja Sama
Pemberdayaan koperasi amat relevan bagi pengentasan kemiskinan karena segala aktivitasnya bernapaskan kekeluargaan. Implikasinya, kerja sama antaranggota harus menjadi salah satu prinsip koperasi. Kerja sama di sini bukan hanya didasari pengertian, pemilik koperasi sekaligus pelanggan, tetapi juga harus memberi layanan kepada anggota seefektif mungkin. Maka, kerja sama harus diberdayakan.
Pemberdayaan harus dimulai dengan meningkatkan mutu SDM guna menumbuhkan keswadayaan dan kemandirian di antara anggota. Sikap keswadayaan dan kemandirian harus dikoordinasi koperasi guna meredam konkurensi yang bisa timbul antaranggota sehingga secara bertahap dapat diubah menjadi jalinan kerja sama, saling membantu, dan mendukung di antara mereka. Kekuatan koperasi justru pada eratnya kerja sama di antara anggota sekaligus sebagai senjata ampuh menghadapi ulah tengkulak dan kapitalis.
Kerja sama dapat ditingkatkan menjadi kemitraan di antara aneka koperasi yang tidak hanya bersifat lokal, tetapi juga antarnegara. Kemitraan ini berpotensi meningkatkan daya saing guna mencapai skala usaha yang kian ekonomis. Prinsip kerja sama dalam koperasi mengandung substansi, kerja sama ini didasarkan rasa solidaritas bersama demi kemajuan gerakan koperasi. Jadi, eksistensi koperasi memiliki peran strategis dalam mengikis kemiskinan, bahkan kemajuan koperasi harus dirasakan masyarakat sekitarnya.
Koperasi terus dituntut memberi manfaat besar, mengingat misi koperasi adalah memajukan kesejahteraan anggota. Di sisi lain, koperasi merupakan wujud asosiasi masyarakat yang menjadi anggotanya. Maka sudah sepantasnya segenap pengurus koperasi memiliki rasa tanggung jawab moral maupun sosial untuk memperbaiki taraf hidup ekonomi masyarakat sekelilingnya. Bila masyarakat Indonesia berjiwa koperasi dan koperasi yang dijalankan sesuai prinsip itu, hal ini memberi kontribusi besar bagi pengurangan jumlah keluarga miskin secara signifikan, sekaligus membantu mengatasi masalah pengangguran yang hingga kini terus membengkak. (Martaja, Alumnus Australian National University)