Kegagalan pemerintah menurunkan kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja dalam dua tahun terakhir karena keengganan memberdayakan lembaga keuangan mikro. Lembaga keuangan mikro sangat penting bagi pemberdayaan masyarakat pedesaan yang berbasis pertanian dan menggerakkan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah. Demikian rangkuman pendapat Ekonom Universitas Gadjah Mada Revrisond Baswir dan Anggota DPR Komisi XI Nursanita Nasution saat dihubungi SH, Senin (23/10). “Pemerintah terlalu fokus pada penciptaan stabilitas ekonomi makro sehingga mengabaikan sendi-sendi yang mendukung pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah,” kata Revrisond. Stabilitas ekonomi makro ini ditandai tingkat inflasi rendah dan suku bunga tinggi, yakni berada di atas 10 persen. Suku bunga yang tinggi menyebabkan sektor mikro, kecil, dan menengah tidak mampu bergerak dengan baik.
Ia mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat dilakukan melalui penguatan lembaga keuangan mikro, namun ia tidak menyetujui kalau lembaga seperti itu akan diatur melalui undang-undang (UU). “Saya khawatir justru pengaturan lembaga keuangan mikro ini berpotensi membatasi keberadaan yang sudah ada,” paparnya. Jika diatur melalui UU, katanya, pemerintah cenderung akan menertibkan lembaga keuangan mikro dengan pembatasan-pembatasan yang tidak perlu. Sementara itu, Nursanita menegaskan ekonomi masyarakat berbasis usaha mikro, kecil, dan menengah tidak berjalan sesuai dengan keinginan pemerintah karena tidak ada niat yang sungguh-sungguh dari otoritas fiskal dan moneter. Sinkronisasi antara Departemen Keuangan dan BI tidak ada sehingga sektor usaha mikro, kecil, dan menengah tidak bergerak dengan baik. Padahal sektor keuangan mikro ini sangat mendukung sumber keuangan pertanian, peternakan, perikanan, usaha rumah tangga, industri kecil, dan sejenisnya.
“Saya pesimistis jika pendekatan ekonomi yang dilakukan pemerintah seperti ini akan mampu mengurangi kemiskisnan dan pengangguran,” paparnya. Hal ini bisa dilihat dari Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian dan Lembaga (RKAKL) 2007 yang hampir sama dengan 2006 sehingga dipastikan akan mengulang tahun sebelumnya. Sektor riil akan tetap stagnan atau merosot karena pemerintah memang tidak memiliki tujuan jelas mengenai arah pembangunan ekonomi.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah ketika menjawab SH mengatakan RUU lembaga keuangan mikro yang drafnya sudah dibuat tiga tahun lalu harus segera jadi prioritas.“RUU lembaga keuangan mikro harus menjadi agenda penting bagi pemerintah dan DPR untuk mendorong ekonomi mikro, kecil, dan menengah,” kata Burhanuddin. Pemberdayaan lembaga keuangan mikro merupakan tuntutan untuk menjawab kondisi masyarakat menyangkut kemiskinan dan pengangguran. “Sekarang bukan saatnya menunda-nunda. Kita lihat keberhasilan M Yunus di Bangladesh memperoleh Nobel karena perannya memberdayakan ekonomi mikro dan kecil,” kata Bur-hanuddin. Pengaturan keberadaan lembaga tersebut perlu koordinasi antara Kementerian Koordinator Perekonomian, Depkeu, dan parlemen.
Penguatan lembaga keuangan mikro di antaranya Badan Kredit Desa (BKD), serta Lembaga Dana dan Keuangan Pedesaan (LDKP). Selain itu, pemberdayaan Koperasi Simpan Pinjam dan Bank Perkreditan Rakyat juga diperlukan. Dukungan pemerintah dari regulasi dan keberpihakannya akan bermanfaat besar bagi ekonomi riil masyarakat. (Sinar Harapan, 26 Oktober 2006)