Koperasi Masihkah Jadi Saka Guru?

Seorang ibu antre menunggu panggilan di ruang tunggu sebuah koperasi simpan pinjam. Begitu tiba gilirannya, sejumlah uang disetorkan kepada petugas untuk ditabung. Mirip sekali dengan kegiatan menabung di bank umum. Koperasi diyakininya masih bisa dipercaya sebagai institusi rakyat yang menguntungkan!
 
Pemandangan itu terlihat di Koperasi Simpan Pinjam (Kospin) ”Jasa” di bilangan Warung Buncit, Jakarta Selatan. Apakah ibu itu berharap bunga lebih besar daripada bank? Janganlah tanya berapa besar bunga yang ditawarkan kospin itu karena memang tidak ada bunganya.
 
Kok mau menabung di sana?
 
Itulah uniknya program Tabungan Safari (sadar manfaat berkoperasi), salah satu program yang ditawarkan Kospin ”Jasa”. Bahkan, peminatnya sudah mencapai puluhan ribu orang dari berbagai cabang kospin tersebut.Hari ini, 12 Juli 2008—puncak peringatan Hari Koperasi ke-61 yang digelar di Gelanggang Olahraga Bung Karno, Jakarta—sekitar 25.000 nasabah Tabungan Safari akan menikmati darmawisata ke kawasan wisata Ancol, Jakarta."Bukan emas, bukan pula mobil mewah. Apalagi, rumah mentereng sebagai hadiah seperti ditawarkan bank. Untuk program Tabungan Safari, kami cuma menawarkan piknik dua kali dalam setahun. Intinya, mereka hanya digugah kesadarannya untuk gemar menabung," kata HM Andy Arslan, Ketua IV Kospin ”Jasa” Jakarta.
 
Kedengarannya memang ”kurang elite”, tetapi koperasi ini tahu betul kebutuhan riil rakyat. Piknik adalah hiburan yang sekarang terasa begitu mahal. Hanya rutin menabung Rp 200.000 per bulan selama 36 bulan, mereka bukan cuma dihadiahi piknik gratis.Ada pula peluang meraih hadiah sejumlah uang. Periode pertama (bulan 1-12), hadiah untuk satu nasabah sebesar Rp 5,5 juta. Periode kedua (bulan 13-24), hadiah naik menjadi Rp 6,5 juta. Lalu, periode ketiga (bulan 25-36) hadiah meningkat lagi menjadi Rp 7,5 juta. Tiga tahun mengikuti program ini, uang tabungan dapat ditarik utuh dengan tambahan insentif sekitar Rp 300.000.
 
Ketua Umum Kospin ”Jasa” HA Zaky Arslan Djunaid menegaskan, "Koperasi perlu sentuhan pemerintah. Koperasi sekarang hanya dipercaya rakyat, tetapi diabaikan fungsi pemberdayaannya oleh pemerintah."Sejak berdiri 13 Desember 1973, koperasi yang menyatukan etnis pribumi, Tionghoa, dan Arab ini sudah melayani berbagai kebutuhan masyarakat kecil, terutama permodalan. Modal awal Rp 4 juta, kini asetnya mencapai sekitar Rp 1,2 triliun.
 
Lebih percaya bank
 
Menurut Zaky, koperasi yang kerap disebut saka guru perekonomian rakyat sekarang cuma slogan. Enak diucap dan didengarkan. Realitasnya, saka guru sudah tidak ada. Pemerintah cuma percaya kepada bank yang bisa menyalurkan kredit.Program kredit usaha rakyat (KUR), misalnya. Pemerintah menyertakan dana triliun rupiah untuk menjamin supaya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bisa mendapatkan kredit tanpa agunan. Walau disebut tanpa agunan, tidak semua UMKM terbiasa berhubungan dengan bank.
 
Program linkage pun demikian. Pemerintah malah hanya berperan sebagai mak comblang alias fasilitator yang merekomendasikan koperasi tertentu layak mendapatkan kucuran kredit dari perbankan. Lagi-lagi, perbankan lebih dipercaya dibandingkan dengan koperasi. "Kalau koperasi dipandang sebagai saka guru, mengapa pemerintah tidak mempercayakan penyertaan modal itu langsung kepada koperasi?" kata Zaky.
 
Tunggakan kredit usaha tani (KUT) memang menjadi pelajaran terburuk perkoperasian Indonesia. Namun, tidak semua koperasi kini buruk. Prinsipnya, menurut Zaky, koperasi hanya bisa menjadi baik dan dipercaya kalau pengurusnya tidak neko-neko baik dalam perkataan maupun perbuatan. Pengawasan masuk-keluarnya uang pun harus transparan.
 
Pada puncak Hari Koperasi saat ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono direncanakan memimpin lagi pesta akbar rakyat yang kali ini bertajuk ”Revolusi Perkoperasian Mewujudkan Kemandirian Ekonomi Rakyat”.
 
Dalam peringatan tahun-tahun sebelumnya, koperasi selalu disebut saka guru perekonomian bangsa. Koperasi diyakini menjadi wadah kerakyatan, terutama di pedesaan, yang mempertahankan semangat kekeluargaan, gotong royong, musyawarah, dan mufakat.
 
Dua tahun silam, saat peringatan Hari Koperasi di Pekalongan, Jawa Tengah, Presiden Yudhoyono menyebutkan, koperasi adalah ujung tombak dalam menggerakkan sektor informal di bidang pertanian, perikanan, dan industri rumah tangga. Koperasi sebagai lembaga yang didirikan oleh, dari, dan untuk rakyat diminta memanfaatkan peluang menggerakkan seluruh anggotanya.Setahun kemudian, gebrakan 60 tahun koperasi digelar lebih dahsyat lagi di Ungasan, Badung, Bali. Presiden menegaskan, bangsa Indonesia hidup dalam komunitas masyarakat dengan modal sosial yang kuat. Wadahnya adalah koperasi.Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Adi Sasono mengatakan, slogan saka guru adalah idealisme. Ibarat sapu lidi, kalau diurai satu per satu, batang lidi akan mudah patah. "Revolusi koperasi berarti komitmen mengubah mental pengurus koperasi yang cengeng, melulu minta bantuan, dan mudah marah," kata Adi.
 
Mantan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Subiakto Tjakrawerdaja memandang revolusi harus dikonkretkan dengan cara meningkatkan peran koperasi. "Koperasi mesti membuat trading house untuk menampung hasil panen petani dan nelayan. Perkuatlah sarana pemasaran. Koperasi jangan cuma jadi pengecer dengan menggandeng lisensi minimarket lain dalam bentuk SmesCo Mart," ujarnya.
 
Komprehensif
 
Menurut Subiakto, revolusi koperasi harus diwujudkan dengan membangun sistem koperasi secara komprehensif. Bukan parsial atau sporadis, seperti sekarang ini. Koperasi cuma dibiarkan tumbuh, tanpa arah kepastian usaha. Dari sisi permodalan, menurut Subiakto, revolusi koperasi dapat direalisasikan dengan membangun bank koperasi. Jika ingin cepat berdiri, tugaskanlah Bank Rakyat Indonesia fokus pada koperasi dan UMKM.
 
"Ke depan, koperasi simpan pinjam tanpa membuat program-program kreatif akan tergerus dan sulit bersaing dengan bank umum sehingga perlu bersinergi dengan bank umum," ujar Subiakto.Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM Suryadharma Ali menyitir ungkapan mantan Presiden Megawati Soekarnoputri. Koperasi hendaknya tidak melakukan perubahan bagai seekor keong, lamban dalam menghadapi persaingan bisnis.
 
"Revolusi menjadi dorongan yang kuat agar pengurus bergegas diri, perbaiki koperasi, perbaiki citra koperasi yang selama ini dipandang buruk," kata Suryadharma.Perjalanan panjang mencapai idealisme sebagai saka guru tidaklah mudah. Bergegas dan perbaikilah koperasi! (Kompas, 14 Jul 2008)