Tingginya Ongkos Menabung Jadi Kendala Financial Inclusion

Rendahnya rasio penduduk Indonesia dalam mengakses lembaga keuangan mendapat perhatian dari pemerintah. Pasalnya, hal itu berdampak pada masih rendahnya usaha mikro yang mampu meraih pinjaman perbankan. Menteri Koperasi dan UKM Syarif Hasan mengatakan, salah satu kendala financial inclusion adalah masih tingginya biaya-biaya transaksi maupun administrasi perbankan yang dikenakan kepada nasabah.

“Salah satu hal yang perlu kita carikan solusi adalah soal biaya perbankan ini masih tinggi. Nah untuk kelompok usaha mikro yang tidak mampu ini masih kendala yang besar. Akibatnya management cashflow usaha mikro pun tidak tertata dengan baik. Mereka semakin tidak bisa membedakan mana uang usaha mana punya sendiri,” ujar Menteri.
 
Menkop menambahkan, salah satu contoh nyata adalah biaya administrasi tabungan tiap bulan mencapai Rp 20.000,- per nasabah. “Bagi masyarakat atau usaha mikro, ini masih berat. Misalkan dia simpan sekitar Rp 2 juta di bank. Lalu biaya administrasinya Rp 20.000. Dengan bunga 2% per tahun, return dia hanya sekitar Rp 3.200-an per bulan. Belum lagi kena inflasi 6% per tahun. Ini membuat masyarakat kecil akan berpikir panjang ke bank,” pungkas Menkop.
 
Lembaga Penjamin Simpanan mencatat terdapat 95,80 juta rekening di bank. Namun, faktanya, satu orang bisa memiliki lebih dari satu rekening. Berdasar kondisi ini, dapat diperkirakan baru sekitar 64 juta orang yang memiliki rekening di bank. Bila ditilik lebih dalam lagi, kalangan masyarakat yang terjangkau layanan perbankan masih sangat kecil, yakni berada di kisaran angka 20% dari total populasi.

Pertama, adalah program Kredit Usaha Rakyat (KUR). “Konsep dasarnya usaha mikro ini diberikan kredit oleh bank. Nanti dia kemudian akan membuka rekening. Mereka merupakan pengusaha pemula yang mungkin dari awal tidak pernah bersentuhan dengan lembaga keuangan,” ujar Choirul Djamhari. Selain itu, Choirul Djamhari berharap jumlah nasabah akan terus meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah nasabah KUR, utamanya KUR Mikro. 
 
Kedua, melalui program Tabunganku. Per Juni 2012, terdapat lebih dari 70 bank umum yang sudah masuk dalam program yang dipelopori oleh Bank Indonesia. Imbas dari program ini, telah terjaring sebanyak 2,5 juta rekening. ”Program ini bagus. Sebab membebaskan biaya administrasi. Pemerintah berharap agar bank-bank nasional semakin aktif mendorong program ini,” papar Choirul Djamhari.

Ketiga, penetrasi teknologi informasi (TI) yang kian massif di lembaga perbankan. “Dengan TI ini akan membuat bank-bank makin efisien. Kalau makin efisien nantinya akan berdampak pada penurunan operasional cost perbankan. “Harapan kita nasabah juga diuntungkan utamanya calon nasabah mikro dan kalangan tidak mampu,” tegas Choirul Djamhari.

Keempat, persaingan antar bank. “Persaingan makin ketat biaya pun akan menurun, sementara iming-iming bunga simpanan akan makin menarik. Tentu hal ini akan menarik nasabah mikro, utamanya usaha mikro yang tidak lagi menyimpan uangnya di bawah bantal,” ujar dia.
 
Di lain pihak, Sekretaris Perusahaan PT Bank BRI Muhamad Ali mengungkapkan, salah satu kunci sukses BRI menjaring nasabah dari segala jenjang di masyarakat adalah dengan mempertimbangkan kondisi dimana layanan perusahaan berada. “Misalnya, di pedesaan, kami punya produk simpanan Simpedes. Biaya administrasi bulanan hanya Rp 5.000,- Lain halnya dengan Britama, yang menyasar kalangan menengah ke atas dan masyarakat perkotaan. Bahkan BRI hanya membebankan biaya Rp 10.000,” tutup Ali. (Kompas, 17 Okt 2008)